Minggu, 14 Juni 2015

Penerapan K3L pada Proses Pembubutan

Penerapan K3L pada Proses Pembubutan
Situs: Diklat Interaksi Online
Diklat: Pemesinan - A
Buku: Penerapan K3L pada Proses Pembubutan
Oleh: HARI KRISTIANTO
Tanggal: Minggu, 14 Juni 2015, 15:38

1 Deskripsi

Prosedur penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L) di lingkungan kerja seharusnya sudah menjadi keasadaran diri yang harus dilaksanakan tanpa adanya peringatan dan bahkan paksaan dari siapapun. Karena pada dasarnya penerapan K3L di lingkungan kerja secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada diri sendiri, orang disekitarnya, mesin, peralatan dan lingkungan kerja sehari-hari. Dengan demikian, apabila K3L diterapkan dengan penuh kesadaran akan berdampak positif dan jika tidak akan berdampak negatif terhadap diri sendiri dan lingkungan kerja.

2 Uraian Materi

Terdapat beberapa kegiatan standar yang harus dilakukan dilakukan terkait penerapan K3L pada saat mengoperasikan  mesi bubut standar, diantaranya:

2.1 Menggunakan Pakaian Kerja

Untuk menghindari baju dan celana harian terkena kotoran, oli dan benda-benda lain pada saat melakukan proses pembubutan, operator harus menggunakan pakaian kerja yang standar sebagaimana terlihat pada (Gambar 5.10).


Gambar 5.10. Menggunakan pakaian kerja yang standar
pada saat mengopersikan mesin bubut

2.2 Menggunakan Kaca Pengaman (Safety Glasses)

Untuk  menghindari  mata  terlempar benda-benda keras  pada saat mengoperasikan mesin bubut, harus menggunakan kaca mata yang sesuai standar keselamatan kerja sebagaimana terlihat pada (Gambar 5.11)
Gambar 5.11 Menggunaan kaca mata yang standar
pada saat mengopersikan mesin bubut

2.3 Menggunakan Sepatu Kerja

Pada saat melakukan pengopersian mesin bubut, tidak bisa  dihindari adanya chip/ beram atau kotoran lain yang berserakan dilantai pada lingkungan bengkel. Selain itu ada kemungkinan benda/alat atau perlengkapan lain terjatuh dari atas dan juga oli yang berceceran. Maka  dari  itu, pada saat melakukan pengoperasian mesin bubut  harus  menggunakan  sepatu  kerja  sesuai standar  yang  berlaku sebagimana terlihat pada (Gambar 5.12).

Gambar 5.12. Menggunakan sepatu kerja yang standar
pada saat mengoperasikan mesin bubut

2.4 Mengecek Kondisi Mesin Bubut Sebelum Dioperasikan

Sebelum melakukan pengoperasian mesin bubut, harus melakukan pengecekan kondisi mesin terlebih dahulu baik fisik maupun melalui pembacaan data dari kartu penggunaan mesin. Dengan melakukan pengecekan terlebih dahulu kondisi fisik mesin dan pembacaan data dari kartu penggunaan mesin, dapat mengetahui kesiapan mesin apakah siap untuk diopersikan atau tidak. Jika mesin siap untuk diopersiakan, lakukan pengoperasian mesin seuai SOP dan jika tidak siap untuk diopersiakan laporkan pada petugas perbaikan dan perawatan mesin.

2.5 Memahami Fungsi Bagian-bagian Mesin Bubut Sebelum Mengoperasikan

Sebelum melakukan pengoperasian mesin bubut, yakinkan bahwa anda telah memahami semua fungsi dari bagian-bagian mesin bubut. Dengan memahami fungsi semua fungsi dari bagian-bagian mesin bubut, dimungkinkan anda sedikit melakukan kesalahan pada saat mengopersikan mesin bubut.

Kamis, 11 Juni 2015

Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut

Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut

prosedur
Situs:Diklat Interaksi Online
Diklat:Pemesinan - A
Buku:Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut
Oleh:HARI KRISTIANTO
Tanggal:Kamis, 11 Juni 2015, 14:25

Daftar Isi

1 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat:
a.Menjelaskan prosedur pengoperasian mesin bubut standar
b.Mengoperasian mesin bubut standar sesuai SOP

2 Deskripsi


Yang dimaksud prosedur pengoperasian mesin bubut adalah, bagaimana cara melakukan pengoperasian mesin bubut dengan menerapkan prosedur dan tata cara yang dibenarkan oleh dasar-dasar teori pendukung yang disertai penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L).

3 Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut Standar


Prosedur pengoperasian mesin bubut standar,  pada dasarnya sama dengan prosesedur pengoperasian mesin bubut jenis lainnya. Prosedur tersebut diantaranya bagaimana cara: menghidupkan dan mematikan sumber utama listrik (power suply) mesin, menghidupkan dan mematikan mesin, mengatur putaran mesin dan arah putaran mesin, menggoperasikan eretan memanjang/ lintang secara manual/ otomatis, dan mengatur feeding dan arah pemakanan mesin untuk keperluan pembubutan rata dan ulir secara otomatis. Berikut urian prosedur pengoperasian mesin bubut, dengan mengambil salah satu contoh jenis mesin bubut standar produk dari pabrikan tertentu.

3.1 Menghidupkan dan Mematikan Sumber Arus Listrik (Power Suply) Mesin


Pada setiap mesin yang ada motor penggeraknya, selalu dilengkapi dengan panel kelistrikan yang dipasang  switch on-off  yang berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan sumber arus listrik. Contoh switch on-off pada sebuah panel listrik mesin, dapat dilihat pada (gambar 5.1).

Gambar 5.1 . Contoh switch on-off pada sebuah panel listrik mesin

Menghidupkan sumber arus listrik (power suply) pada switch on-off mesin bubut, merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan sebelum mengopersikan mesin bubut. Karena dengan menghidupkan sumber utama listrik, berati motor penggerak mesin siap untuk dioperasikan.
Sedangkan  untuk mematikan sumber utama listrik (power suply) pada switch on-off mesin bubut, merupakan kegiatan paling akhir yang dilakukan seteklah mengoperasikan mesin bubut. Karena dengan mematikan sumber arus listrik, berati motor penggerak mesin tidak ada lagi sumber  arus listrik sehingga aman dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Posisi/ letak switch on-off pada mesin bubut, masing-masing pabrikan dapat berbeda-beda. Namun yang pasti ditempatkan pada tempat yang parktis dan aman. Contoh posisi switch on-off pada salah satu jenis mesin bubut dapat dilihat pada (gambar 5.2).

Gambar 5.2. Contoh posisi switch on-off pada
salah satu jenis mesin bubut

3.2 Menghidupkan dan Mematikan Mesin


Menghidupkan mesin, adalah kegiatan menghidupkan motor penggerak mesin untuk memutar spindel utama mesin bubut/ benda kerja, agar terjadi pemotongan pada proses pembubutan. Sedangkan mematikan mesin, adalah kegiatan mematikan motor penggerak mesin untuk menghentikan spindel utama mesin bubut/ benda kerja, jika proses pembubutan sudah selesai.
Untuk melakukan kegiatan menghidupkan dan mematikan mesin bubut, dapat dilakukan dengan menggunakan tuas/ handel atau tombol yaitu tergantung dari jenis mesin bubutnya. Jika menggunakan tuas/ handel, dalam menghidupkan cara menaikan dan mematikan yaitu dengan cara menurunkan handel/ tuas. Sedangkan jika menggunakan tombol on-off cukup hanya menekan tombolnya saja, yang pada umumnya jika tombol berwarna hijau untuk menghidupkan mesin dan tombol berwarna merah untuk mematikan mesin. Contoh posisi handel/ tuas on-off mesin bubut standar, dapat dilihat pada (Gambar 5.3) dan Contoh posisi tombol on-off mesin bubut standar, dapat dilihat pada (Gambar 5.4)


Gambar 5.3. Contoh posisi handel/ tuas on-off mesin bubut standar


Gambar 5.4. Contoh posisi tombol on-off mesin bubut standar

3.3 Mengatur Putaran dan Arah Putaran Mesin Bubut


Sebagaimana telah dibahas pada kegiatan belajar sebelumnya, untuk menentukan besaran putaran mesin bubut, sangat dipengaruhi oleh jenis alat potong yang akan digunakan dan jenis bahan yang  akan dilakukan pebubutan serta diametenya.  Rumus yang digunakan untuk menentukan besaran putaran mesin bubut Tidak adalah:
atau lihat tabel putaran mesin bubut.
Sedangkan untuk mengaplikasikan/ menerapkan pada mesin bubut, dapat dilkukan dengan mengatur handel-handel/ tuas yang ada pada mesin. Setiap jenis mesin dengan pabrikan yang berbeda posisi/ letak handel-handel/ tuas bisa berbeda-beda, namun tetap ditempatkan pada lokasi yang praktis agar mudah mengaturnya. Maka dari itu untuk mengatur putaran mesin, cermati posisi handel-handel/ tuas dan baca petunjuk yang ada pada tabel mesin. Contoh posisi handel-handel/ tuas pengatur putaran mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 5.5a).

Dalam melakukan proses pembubutan terdapat dua arah putaran yaitu, putaran serah putaran jarum jam dan berlawanan arah jarum jam (dilihat dari posisi belakang spindel). Penentukan arah putaran mesin bubut, tergantung  dari posisi arah mata sayat alat potongnya, yang penting adalah putaran mesin mesin harus berlawanan arah dengan mata sayat alat potong.
Untuk mengatur arah putaran mesin bubut standar, pada umumnya setiap mesin sudah dilengkapi dengan handel/ tuas atau sakelar untuk mengatur arah putaran mesin.  Contoh posisi sakelar pengatur arah putaran mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 5.5b).

Gambar 5.5. Contoh posisi handel/ tuas pengatur putaran
dan sakelar pengatur arah putaran mesin bubut

Hal yang penting diketahui adalah, pengaturan posisi handel/ tuas untuk mengatur putaran mesin tidak boleh dilakukan pada saat mesin sedang aktif berputar, karena akan berakibat pada rusaknya mekanik dan roda gigi pada gear box mesin.

3.4 Mengatur Feeding dan Arah Pemakanan Mesin Bubut


Salahsatu parameter yang berpengaruh terhadap keawetan alat potong dan kehalusan hasil pembubutan adalah pengaturan feeding, sehingga pada saat melakukan proses pembubutan pengaturan feeding harus dilakukan. Rumus dalam mengatur feeding mesin bubut (F) adalah: tujuannya adalah: F = f.n mm/menit. Contoh posisi handel-handel/ tuas untuk mengatur feeding mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 5.6).
  

Gambar 5.6. Contoh posisi handel-handel/ tuas dan
tabel petunjuk untuk mengatur putaran mesin bubut

Pada proses pembubutan, selain diperlukan pengaturan feeding juga diperlukan penentuan arah pemakanan agar terjadi efisiensi pemotongan. Pengaturan arah pemakanan pada proses pembubutan, dapat dilakukan dari posisi awal start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam dan awal start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam. Posisi start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam (chuck), dilakukan jika proses pembubutan dimulai dari ujung bagian luar  benda kerja menuju cekam (Gambar 5.7). Sedangkan posisi  start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam (chuck), dilakukan jika proses pembubutan dilakukan dari tengah benda kerja menjahui cekam (Gambar 5.8).
Kedua arah pemakanan ini dapat dilakukan, jika geometri alat potong (pahat bubut) disesuaikan. Untuk posisi awal start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam (chuck), menggunakan pahat bubut kanan dan  untuk posisi awal start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam (chuck), menggunakan pahat bubut kiri

  
Gambar 5.7. Posisi start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam
  

Gambar 5.8. Posisi start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam

3.5 Mengoperasikan Eretan Memanjang/Lintang secara Manual dan Otomatis


Untuk dapat melakukan berbagai proses pembubutan, seorang operator harus dapat mengoperasikan eretan memanjang dan lintang baik secara manual maupun otomatis. Dalam menggoperasikan eretan memanjang secara manual, dapat dilakukan dengan memutar handel yang ada pada landasan (apron) eretan memanjang (Gambar 5.9a). Sedangkan untuk menggoperasikan eretan lintang secara manual, dapat dilakukan dengan memutar handel yang ada eretan lintang (Gambar 5.9b).
Untuk mengoperasikan eretan memanjang secara otomatis dapat dilakukan dengan mengaktifkan handel otomatis memanjang yang ada pada landasan/ apron (Gambar 5.9c), demikian juga untuk menggoperasikan eretan lintang secara otomatis, dapat dilakukan dengan mengaktifkan handel otomatis melintang yang ada landasan (apron) eretan memanjang (Gambar 5.9d).
  
Gambar 5.9. Handel-handel/ tuas untuk pengoperasian
secara manual dan otomatis

Rabu, 10 Juni 2015

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan

Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada proses pembubutan adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-tabel yang medasari teknologi proses pemotongan/penyayatan pada mesin bubut diantaranya. Parameter pemotongan pada proses pembubutan meliputi: kecepatan potong (Cutting speed - Cs), kecepatan putaran mesin (Revolotion Permenit - Rpm), kecepatan pemakanan (Feed - F) dan waktu proses pemesinannya.
Situs: Diklat Interaksi Online
Diklat: Pemesinan - A
Buku: Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan
Oleh: HARI KRISTIANTO
Tanggal: Rabu, 10 Juni 2015, 15:47

1 Deskripsi

Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada proses pembubutan adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-tabel yang mendasari teknologi proses pemotongan/penyayatan pada mesin bubut diantaranya. Parameter pemotongan pada proses pembubutan meliputi; kecepatan potong (Cutting speed - Cs), kecepatan putaran mesin (Revolotion Permenit - Rpm), kecepatan pemakanan (Feed - F) dan waktu proses pemesinannya.


2 Kecepatan potong (Cutting speed – Cs )

Yang dimaksud dengan kecepatan potong (Cs) adalah kemampuan alat potong menyayat bahan dengan aman menghasilkan tatal dalam satuan panjang/waktu (meter/menit atau feet/ menit). Ilustrasi kecepatan potong pada proses pembubutan, dapat dilihat pada (Gambar 4.1)

Gambar 4.1. Ilustrasi kecepatan potong pada proses pembubutan
Pada gerak putar seperti mesin bubut, kecepatan potongnya (Cs) adalah: Keliling lingkaran benda kerja (π.d) dikalikan dengan putaran atau : Cs = π.d.n Meter/menit.
Keterangan:
d : diameter benda kerja  (mm)
n : putaran mesin/benda kerja (putaran/menit - Rpm)
Ï€ : nilai konstanta = 3,14

Kecepatan potong untuk berbagai macam bahan teknik yang umum dikerjakan pada proses pemesinan, sudah diteliti/diselidiki para ahli dan sudah dipatenkan lihat tabel 4.1 kecepatan potong. Sehingga dalam penggunaannya tinggal menyesuaikan antara jenis bahan yang akan dibubut dan jenis alat potong yang digunakan. Sedangkan untuk bahan-bahan khusus/spesial, tabel Cs-nya dikeluarkan oleh pabrik pembuat bahan tersebut.
Pada tabel kecepatan potong (Cs) juga disertakan jenis bahan alat potongnya. Yang pada umumnya, bahan alat potong dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu HSS (High Speed Steel) dan karbida (carbide). Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan alat potong yang bahannya karbida, kecepatan potongnya lebih besar jika dibandingkan dengan alat   potong HSS (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Kecepatan Potong Bahan
Bahan
Pahat BubutHSS
Pahat Bubut Karbida
m/men
Ft/min
M/men
Ft/min
Baja lunak(Mild Steel)
18 - 21
60 - 70
30 - 250
100 - 800
Besi Tuang(Cast Iron)
14 - 17
45 - 55
45 - 150
150 - 500
Perunggu
21 - 24
70 - 80
90 - 200
300 - 700
Tembaga
45 - 90
150 - 300
150 - 450
500 - 1500
Kuningan
30 - 120
100 - 400
120 - 300
400 - 1000
Aluminium
90 - 150
300 - 500
90 - 180
a.- 600


3 Kecepatan Putaran Mesin Bubut (Revolution Per Menit - Rpm)

Yang dimaksud kecepatan putaran mesin bubut adalah, kemampuan kecepatan putar mesin bubut untuk melakukan pemotongan atau penyayatan dalam satuan putaran/menit. Maka dari itu untuk mencari besarnya putaran mesin sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kecepatan potong dan keliling benda kerjanya. Mengingat nilai kecepatan potong untuk setiap jenis bahan sudah ditetapkan secara baku, maka komponen yang bisa diatur dalam proses penyayatan adalah putaran mesin/benda kerjanya. Dengan demikian rumus dasar untuk menghitung putaran mesin bubut adalah: 
                                                                               Cs = Ï€.d.n Meter/menit
      
Karena satuan kecepatan potong (Cs) dalam meter/menit sedangkan satuan diameter benda kerja dalam milimeter, maka satuannya harus disamakan terlebih dahulu yaitu dengan mengalikan nilai kecepatan potongnya dengan angka 1000 mm. Maka rumus untuk putaran mesin menjadi;
Keterangan :
d    : diameter benda kerja (mm)
Cs  : kecepatan potong (meter/menit)
Ï€    : nilai konstanta = 3,14
Contoh 1 :
Sebuah baja lunak berdiameter 62 mm, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 25 meter/menit. Pertanyaannya adalah: Berapa besar putaran mesinnya ?

Jawaban :
               

Jadi kecepatan putaran mesinnya adalah sebesar 128,415 putaran per-menit
Contoh 2 :
Sebuah baja lunak berdiameter 2,5 inchi, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 20 meter/menit. Pertanyaannya adalah;  Berapa besar putaran  mesinnya ?

Jawaban :
Satuan inchi bila dijadikan satuan mm harus dikalikan 25,4 mm. Dengan demikian diamter 2 inchi = 2,5 x 25,4 = 63,5 mm.

Maka putaran mesinnya adalah;
Jadi putaran mesinnya adalah sebesar 100,305 putaran per-menit
Hasil perhitungan di atas pada dasarnya sebagai acuan dalam menyetel    putaran mesin agar sesuai dengan putaran mesin yang tertulis pada tabel yang ditempel di mesin tersebut. Artinya, putaran mesin aktualnya dipilih   dalam tabel pada mesin yang nilainya paling dekat dengan hasil   perhitungan di atas. Untuk menentukan besaran putaran mesin bubut juga dapat menggunakan tabel yang sudah ditentukan berdasarkan perhitungan empiris.

4 Kecepatan Pemakanan (Feed - F)

Kecepatan pemakanan atau ingsutan ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya: kekerasan bahan, kedalaman penyayatan,sudut-sudut sayat alat potong, bahan alat potong, ketajaman alat potong dan kesiapan mesin yang akan digunakan. Kesiapan mesin ini dapat diartikan, seberapa besar kemampuan mesin dalam mendukung tercapainya kecepatan pemakanan yang optimal. Disamping beberapa pertimbangan tersebut, kecepatan pemakanan pada umumnya untuk proses pengasaran ditentukan pada kecepatan pemakanan tinggi karena tidak memerlukan hasil pemukaan yang halus (waktu pembubutan lebih cepat), dan pada proses penyelesaiannya/finising digunakan kecepatan pemakanan rendah dengan tujuan mendapatkan kualitas hasil penyayatan yang lebih baik sehingga hasilnya halus (waktu pembubutan lebih cepat).
Besarnya kecepatan pemakanan (F) pada mesin bubut ditentukan oleh seberapa besar bergesernya pahat bubut  (f) dalam satuan mm/putaran dikalikan seberapa besar putaran mesinnya dalam satuan putaran. Maka rumus untuk mencari kecepatan pemakanan (F) adalah ;
                                             F = f x n (mm/menit).
                                                  
Keterangan:
f  = besar pemakanan atau bergesernya pahat (mm/putaran)
n = putaran mesin (putaran/menit)
Contoh  1:
Sebuah benda kerja akan dibubut dengan putaran mesinnya 750 putaran/menit dan besar pemakanan (f) 0,2 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah; Berapa besar kecepatan pemakanannya ?
Jawaban :
F = f x n
F =  0,2 x 750 = 150 mm/menit.
Pengertiannya adalah; pahat bergeser sejauh 150 mm, selama satu menit.
Contoh  2:
Sebuah benda kerja berdiameter 40 mm, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 25 meter/menit dan besar pemakanan (f) 0,15 mm/ putaran. Pertanyaannya adalah: Berapa besar kecepatan pemakanannya ?

Jawaban :


F = f x n
F =  0,15 x 199 = 29,85 mm/menit.
Pengertiannya adalah, pahat bergeser sejauh 29,85 mm, selama satu menit.

5 Waktu Pemesinan Bubut (tm)

Dalam membuat suatu produk atau komponen pada mesin bubut, lamanya waktu proses pemesinannya perlu diketahui/dihitung. Hal ini penting karena dengan mengetahui kebutuhan waktu yang diperlukan, perencanaan dan kegiatan produksi dapat berjalan lancar. Apabila diameter benda kerja, kecepatan potong dan kecepatan penyayatan/ penggeseran pahatnya diketahui, waktu pembubutan dapat dihitung.
1.
Waktu Pemesinan Bubut Rata
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pemesinan bubut adalah, seberapa besar panjang atau jarak tempuh pembubutan (L) dalam satuan mm dan kecepatan  pemakanan (F) dalam satuan mm/menit. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pembubutan (L) adalah panjang pembubutan rata ditambah star awal pahat (â„“a), atau: L total= â„“a+ â„“ (mm). Untuk nilai kecepatan pemakanan (F), dengan berpedoman pada uraian sebelumnya F= f.n (mm/putaran).
 
Gambar 4.2. Panjang pembubutan rata.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pemesinan bubut rata (tm) dapat dihitung dengan rumus:
 
L = â„“a+ â„“ (mm)
F = f.n (mm/menit)
Keterangan:
f   = pemakanan dalam satau putaran (mm/put)
n  = putaran benda kerja (Rpm)
â„“  = panjang pembubutan rata (mm)
la = jarak star pahat (mm)
L  = panjang total pembubutan rata (mm)
F  = kecepatan pemakanan mm/menit
Contoh soal 1:
Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D) = 40 mm akan dibubut rata menjadi (d) = 30 mm sepanjang (â„“) = 65, dengan jarak star pahat (la) = 4 mm. Data-data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut;
Putaran mesin = 500 putaran/menit, dan pemakanan mesin dalam satu putaran (f) = 0,05 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan rata sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/ proses?.
Jawaban soal 1:
           L = â„“a+ â„“ = 65+4 = 69 mm           F = f.n = 0,05 x 500 = 25 mm/menit
    Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan rata sesuai data diatas adalah  selama 2,76 menit.
Contoh soal 2 :
Sebuah benda kerja  dengan diameter  terbesar (D) = 30 mm akan  dibubut rata menjadi (d) = 30 mm sepanjang (â„“) = 70, dengan jarak star pahat (â„“a) = 4 mm. Data-data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong (Cs) = 25 meter/menit, dan pemakanan mesin dalam satu putaran   (f) = 0,03 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah;
Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan rata sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses?
Jawaban soal 2 :
     L = â„“a + â„“ = 70+4 = 74 mm     F = f.n = 0,03 x 265 = 7,95 mm/menit



Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan rata sesuai data diatas adalah selama 9,308 menit.

2.
Waktu Pemesinan Bubut Muka (Facing)
Perhitungan waktu pemesinan bubut muka pada prinsipnya sama dengan menghitung waktu pemesinan bubut rata, perbedaannya hanya terletak pada arah pemakanan yaitu melintang. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pembubutan (L) adalah panjang pembubutan muka ditambah star awal pahat (â„“a), sehingga;
 
Untuk nilai kecepatan pemakanan (F), dengan mengacu pada uraian sebelumnya  F= f.n (mm/putaran).
 
 Gambar 4.3. Panjang langkah pembubutan muka (facing)
 Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pemesinan bubut muka (tm) dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
d   = diameter benda kerja
f    = pemakanan dalam satu putaran (mm/putaran)
n   = putaran benda kerja (Rpm)
â„“   = panjang pembubutan muka (mm)
la  =  jarak star pahat (mm)    
L   =  panjang total pembubutan muka (mm)
F   =  kecepatan pemakanan setiap (mm/menit)

Contoh soal 1:
Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D) = 50 mm akan dibubut muka dengan jarak star pahat (â„“a) = 3 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Putaran mesin = 500 putaran/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f) = 0,05 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan muka sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?
Jawaban soal 1:
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan muka sesuai data diatas adalah selama 1,12 menit.
Contoh soal 2:
Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D)= 60 mm akan dibubut muka dengan jarak star pahat (â„“a) = 3 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong  (Cs) = 35 meter/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f) = 0,06 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah;
Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan muka sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses?
Jawaban soal 2:
 
  Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan muka sesuai data diatas adalah selama 3,405 menit.
3.
Waktu Pengeboran Pada Mesin Bubut
Perhitungan waktu pengeboran pada mesin bubut, pada prinsipnya sama dengan menghitung waktu pemesinan bubut rata dan bubut muka. Perbedaannya hanya terletak pada jarak star ujung mata bornya. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pengeboran (L) adalah panjang pengeboran (â„“) ditambah star awal mata bor (â„“a = 0,3 d), sehingga: L = â„“ + 0,3d (mm). Untuk nilai kecepatan pemakanan (F) mengacu pada uraian sebelumnya F = f.n (mm/putaran)
 
 Gambar 4.4 .  Panjang langkah pengeboran
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pengeboran (tm) dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan :
â„“ = panjang pengeboran
L = panjang total pengeboran 
d = diameter mata bor
n = putaran mata bor (Rpm)
f = pemakanan (mm/putaran)
Contoh soal 1:
Sebuah benda kerja akan dilakukan pengeboran sepanjang 28 mm dengan mata bor berdiameter 10 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut; Putaran mesin = 700 putaran/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f) = 0,04 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah;

Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan pengeboran pada mesin bubut sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?
Jawab soal 1 :

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pengeboran sesuai data diatas adalah selama 1,107 menit.
Contoh soal 2:
Sebuah benda kerja akan dilakukan pengeboran sepanjang 40 mm dengan mata bor berdiameter 10 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong (Cs) = 25 meter/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f) = 0,03 mm/putaran.
Pertanyaannya adalah ;
Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan pengeboran pada mesin bubut sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?
Jawab soal 2 :
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pengeboran sesuai data diatas adalah selama 1,298 menit.